Sabtu, 20 Juni 2015

Hilangnya Seni Kehidupan



Ini adalah sebuah tulisan puisi yang aku karang saat mengikuti lomba di IPB namanya IPB Art Contest atau biasa disingkat IAC.
sebenernya ragu gak ragu gitu untuk ikutan, secara kita bukan anak sastra ataupun pencinta sastra sejati, yaaa cuman modal seneng beberapa karya sastra yang terkenal aja sih..
yah lumayan lah walau bermodalkan nonton film tenggelamnya kapal van der wijck dan baca buku siroh nabawiah Muhammad yang menggunakan gaya sastra karya tasaro GK alhamdulillah dapet juara 3
gak tau karena karyanya yang lumayan...
gak tau karena ane angkatan paling tua yang ikutan, jadi mungkin panitianya iba... hehehe
nih gan, cekidot saja karangannya: 
 
Disini adalah tanah pujaan diri
Mamaku berpijak disini dan menunjukan bahwa surya melintangi kita nak, tepat diatas kita
Menerangi gua-gua kesunyian hati
Mengiringi pertumbuhan kami
Menyirami punggung-punggung dedaunan
Untuk ternak-ternak yang ingin kenyang
Memanglah subur yang orang bilang

Bocah-bocah gemuk dan pemuda kekar
Ibu-ibu cantik dan juga pintar
Bapak-bapak puas tak berkelakar
Bergotong-royong tanpa gentar
Bukan karena takut atau ingin dibayar
Swadaya merupakan moto yang terpapar dalam layar


Senanglah Ibu-ibu saling memasak dalam hajatan
Tak mesti anting-anting yang menantang pandangan
Atau cincin yang menyangkut dijemari
Memang pantas sayang bapak berkumandang
Dalam gubung hangat tersayang


Sejahtera bukanlah soal uang atau jabatan
Sederhana adalah kegembiraan yang tak terupakan
Banyak uang banyak tanggungan
Tanpa cinta takan berasa sayang


Bunga-bunga mimpi tak sekedar hayalan
Terjadi lagi dalam bangunnya
Sistematika kehidupan yang sungguh idaman
Ucapan sukur amat terdalam terhadap tuhannya kehidupan

Entah siapa yang akhir-akhir ini menggadaikan kunci kemakmuran
karya tuhan yang takan tergantikan
Dikantongi dalam bidang-bidang dan kotak-kotak kehidupan
Memisahkan kesenangan-kesenangan
Memilih yang terindah untuk digunakan
Orang-orang beruang yang diizinkan
heran sungguh aku tak kuasa berpikir instan

dimanakah tanah kita
oooo…perut-perut buncit tak tertahankan
melahap tanah kami hingga ke pelaminan
hanyutlah sudah semua senyuman

siapakah yang dapat kami Tanya?
Teman-teman sipakah yang teman?
Ataukah kawan-kawan yang sebenarnya hanyalah lawan?
Sekarang aku menjerit kaka tanpa rayuan
Sebenarnya tanah ini milik siapa?

Kami bisa saja bertahan dalam podasi kaki ayam
Bersatu tuk berusaha mengek sisa-sisa sayang
Barangkali masih ada harta terpendam
Dari jasad-jasad kebangkitan kelam

Berdoalah untuk kembali datang
Atau merenung untuk sekedar mengenang
Membayang keajayaan nenek moyang yang telah silam
Cinta kasih yang sungguh terdalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar