Ini adalah sebuah tulisan puisi yang aku karang saat mengikuti lomba di IPB namanya IPB Art Contest atau biasa disingkat IAC.
sebenernya ragu gak ragu gitu untuk ikutan, secara kita bukan anak sastra ataupun pencinta sastra sejati, yaaa cuman modal seneng beberapa karya sastra yang terkenal aja sih..
yah lumayan lah walau bermodalkan nonton film tenggelamnya kapal van der wijck dan baca buku siroh nabawiah Muhammad yang menggunakan gaya sastra karya tasaro GK alhamdulillah dapet juara 3
gak tau karena karyanya yang lumayan...
gak tau karena ane angkatan paling tua yang ikutan, jadi mungkin panitianya iba... hehehe
nih gan, cekidot saja karangannya:
Disini adalah
tanah pujaan diri
Mamaku berpijak
disini dan menunjukan bahwa surya melintangi kita nak, tepat diatas kita
Menerangi
gua-gua kesunyian hati
Mengiringi
pertumbuhan kami
Menyirami
punggung-punggung dedaunan
Untuk
ternak-ternak yang ingin kenyang
Memanglah subur
yang orang bilang
Bocah-bocah
gemuk dan pemuda kekar
Ibu-ibu cantik
dan juga pintar
Bapak-bapak puas
tak berkelakar
Bergotong-royong
tanpa gentar
Bukan karena
takut atau ingin dibayar
Swadaya merupakan
moto yang terpapar dalam layar
Senanglah Ibu-ibu
saling memasak dalam hajatan
Tak mesti
anting-anting yang menantang pandangan
Atau cincin yang
menyangkut dijemari
Memang pantas
sayang bapak berkumandang
Dalam gubung
hangat tersayang
Sejahtera
bukanlah soal uang atau jabatan
Sederhana adalah
kegembiraan yang tak terupakan
Banyak uang
banyak tanggungan
Tanpa cinta
takan berasa sayang
Bunga-bunga
mimpi tak sekedar hayalan
Terjadi lagi
dalam bangunnya
Sistematika
kehidupan yang sungguh idaman
Ucapan sukur
amat terdalam terhadap tuhannya kehidupan
Entah siapa yang
akhir-akhir ini menggadaikan kunci kemakmuran
karya tuhan yang
takan tergantikan
Dikantongi dalam
bidang-bidang dan kotak-kotak kehidupan
Memisahkan
kesenangan-kesenangan
Memilih yang
terindah untuk digunakan
Orang-orang
beruang yang diizinkan
heran sungguh
aku tak kuasa berpikir instan
dimanakah tanah
kita
oooo…perut-perut
buncit tak tertahankan
melahap tanah
kami hingga ke pelaminan
hanyutlah sudah
semua senyuman
siapakah yang
dapat kami Tanya?
Teman-teman sipakah
yang teman?
Ataukah
kawan-kawan yang sebenarnya hanyalah lawan?
Sekarang aku
menjerit kaka tanpa rayuan
Sebenarnya tanah
ini milik siapa?
Kami bisa saja
bertahan dalam podasi kaki ayam
Bersatu tuk
berusaha mengek sisa-sisa sayang
Barangkali masih
ada harta terpendam
Dari jasad-jasad
kebangkitan kelam
Berdoalah untuk
kembali datang
Atau merenung
untuk sekedar mengenang
Membayang
keajayaan nenek moyang yang telah silam
Cinta kasih yang
sungguh terdalam