-
Muhammad Machrush Cania Putra. (Foto: dok. pribadi)
DIdunia ini hanya ada dua tipe zat, yaitu pencipta dan yang diciptakan. Tuhan adalah Sang Pencipta dan selain itu adalah makhluk ciptaan-Nya. Manusia adalah salah satu makhluk dari ciptaan tuhan yang hidup di dunia ini. Kita perlu ingat bahwa ciptaan tuhan bukanlah manusia saja. Mungkin sedari kecil kita telah diperdengarkan pelajaran terkait ciptaan tuhan seperti pada penggalan lirik dari lagu anak-anak berjudul “Pelangi” yaitu, “Pelangi-pelangi, ciptaan tuhan.” Hal tersebut menandakan perlunya kita menyadari bahwa di dunia ini makhluk tuhan bukanlah hanya manusia juga terdapat hewan tumbuhan. Makhluk ciptaan tuhan juga termasuk benda-benda yang tidak dapat kita definisikan sebagai makhluk hidup seperti gunung, langit, api, air dan sebagainya.
Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang memiliki tugas sebagai pengelola bumi. Sebagai makhluk yang memiliki akal dan pikiran, sungguh ironis ketika melihat ternyata sang pengelola ini tidak menjalankan tugasnya dengan baik; malah fokus pada kepentingan pribadi. Manusia perlu membuka mata terkait hak-hak makhluk lain, seperti air. Pada dasarnya mereka adalah makhluk yang ditakdirkan untuk mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Lalu mengapa manusia heran ketika air menjadi “marah” lantaran manusia mendiami tempat air seharusnya berada? Apakah karena manusia bisa berbicara sehingga bisa menyalahkan air pada sesama dan tuhannya.
Ibu kota merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Telinganya sudah terlalu sempit untuk merasa. Suatu tindakan merupakan cara terbaik untuk mendapat perhatiannya, untuk protes dan berbicara juga mendukung manusia yang peka terhadap hidup dan lingkungan. Alangkah indahnya bila air dan manusia bisa saling toleransi dan bermanfaat dalam batas-batas yang tepat. Mungkin dengan memberikan jalan yang cukup di kala air hendak lewat mencapai tempat tujuan (lautan) tanpa blokade sampah-sampah sehingga air tidak perlu mencari jalan lain untuk pulang.
Muhammad Machrush Cania Putra
Mahasiswa Departemen Agribisnis
Institut Pertanian Bogor (IPB)
Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang memiliki tugas sebagai pengelola bumi. Sebagai makhluk yang memiliki akal dan pikiran, sungguh ironis ketika melihat ternyata sang pengelola ini tidak menjalankan tugasnya dengan baik; malah fokus pada kepentingan pribadi. Manusia perlu membuka mata terkait hak-hak makhluk lain, seperti air. Pada dasarnya mereka adalah makhluk yang ditakdirkan untuk mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Lalu mengapa manusia heran ketika air menjadi “marah” lantaran manusia mendiami tempat air seharusnya berada? Apakah karena manusia bisa berbicara sehingga bisa menyalahkan air pada sesama dan tuhannya.
Ibu kota merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Telinganya sudah terlalu sempit untuk merasa. Suatu tindakan merupakan cara terbaik untuk mendapat perhatiannya, untuk protes dan berbicara juga mendukung manusia yang peka terhadap hidup dan lingkungan. Alangkah indahnya bila air dan manusia bisa saling toleransi dan bermanfaat dalam batas-batas yang tepat. Mungkin dengan memberikan jalan yang cukup di kala air hendak lewat mencapai tempat tujuan (lautan) tanpa blokade sampah-sampah sehingga air tidak perlu mencari jalan lain untuk pulang.
Muhammad Machrush Cania Putra
Mahasiswa Departemen Agribisnis
Institut Pertanian Bogor (IPB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar